Eko Prasojo, Zuliansyah P. Zulkarnain, Rusfi Yunairi, Muh Azis Muslim, Sad Dian Utomo, Laode rudita, Givo Aulia
Ditetapkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 (UU 3/2020) tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah menjadi titik baru dalam pengelolaan kewenangan pengelolaan di bidang mineral dan batubara (Minerba). Kewenangan pengelolaan di bidang Minerba yang sedianya didesentralisasikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2013 kemudian ditarik kembali sebagai kewenangan pemerintah pusat.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Pusat memang tidak menyebutkan secara eksplisit mengenai pengaturan pengelolaan mineral dan batubara di daerah otonomi khusus. Sehingga perlu adanya penegasan terkait pengelolaan Minerba di daerah otonomi khusus untuk menjaga keberlangsungan pengelolaan Minerba. Salah satunya di Provinsi Aceh sebagai salah satu daerah otonomi khusus yang memiliki sejarah panjang berkaitan dengan konflik vertikal di masa lalu. Sejauh ini narasi yang dibangun pemerintah dalam UU 3/2020 terkait penyelenggaraan Minerba di daerah otonomi khusus adalah “Ketentuan dalam Undang-undang ini berlaku juga bagi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta, Provinsi Aceh, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Papua sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang yang mengatur keistimewaan dan kekhususan Daerah tersebut (pasal 173A).
Harus diakui bahwa dalam pengelolaan Minerba Pemerintah Aceh memiliki posisi yang kuat dengan adanya UU PA dan Qanun terkait Minerba hal ini mengacu pada asas hukum lex specialis derogate legi generalis. Namun demikian, dalam pelaksanaanya perlu dilakukan penyesuaian ulang agar pengelolaan Minerba tersebut mendukung keberlanjutan lingkungan dan sosial. Sehingga pemberian otonomi khusus bagi Aceh benar-benar sesuai dengan tujuannya yakni kesejahteraan masyarakat Aceh. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, diketahui bahwa penerimaan dari sektor pertambangan Minerba tidak memberikan kontribusi yang signifikan dan jusrtu menjadi beban bagi Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota terhadap dampak yang ditimbulkan seperti pencemaran lingkungan, konflik sosial, kemiskinan, deforestasi dsb. (Askhalani, Focus Group Discussion, Juni 2021).
Uraian di atas menjadikan dasar perlunya pengutan peran Pemerintah Nasional dan Provinsi Aceh dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan Minerba baik pengawasan dari pemerintah pusat ke provinsi maupun pemerintah di bawahnya serta pengawasan terhadap pengusaha.
Kajian ini menggali pemberian otonomi khusus kewenangan pengelolaan Minerba meliputi perizinan, pengawasan, dan pembinaan di Provinsi Aceh dengan memperhatikan desain otonomi khusus yang dimiliki Aceh. Lebih lanjut, kajian ini akan memberikan gambaran model dan rekomendasi pengelolaan Minerba yang tepat bagi Provinsi Aceh dalam rangka perbaikan pelaksanaan kewenangan Minerba di Provinsi Aceh mengacu pada peraturan yang berlaku bagi Aceh.
Leave A Comment